Pembaharu.id, Medan – GMKI Sumut-NAD mengecam insiden tuduhan makar dan kekerasan yang menimpa Ketua BEM Uncen dan mahasiswa Papua
Kecaman itu ditegaskan Gito Pardede dalam keterangan pers nya, Selasa (16/6/2020).
Sebelumnya tuntutan belasan tahun penjara oleh jaksa penuntut umum kepada ke tujuh tahanan politik papua dengan pasal makar dalam aksi unjuk rasa dikota jayapura papua pada Agustus 2019 lalu buntut tindakan rasisme terhadap mahasiswa Papua di Surabaya.
Gito sangat prihatin atas kondisi penegakan hukum yang ada di Indonesia yang masih tidak objektif.
“Penegakan hukum kita masih labil dan tidak berdasar, apakah yang dilakukan saudara-saudara kita papua dalam membela hak mereka kita katakan makar? Bahkan tidak ada upaya menggulingkan pemerintahan yang ada saat ini, saudara papua kita hanya berjuang melawan rasisme dan diskriminasi yang mereka alami, suara keadilan itu yang seharusnya ita dengar.” ucap Gito
Menangapi Tuntutan Jaksa Penuntut Umum tersebut, Gito menilai hukum yang berlaku di Indonesia tidak objektif dan masih rentan untuk di obok-obok dan belum mengedapnkan sisi HAM yang berlaku.
“Jika hukum kita objektif, mari tunjukkan dengan penegakan hukum yang adil, mari kita lihat sejauhmana hukum bertindak sebagai panglima tertinggi dalam penegakan hukum atas kejahatan-kejahatan lainnya. Jangan sampai kesewenangan penegakan hukum mengeliminasi aspek ham dan aspek norma yang berlaku sehingga muncul diskriminasi.” tegasnya
Lebih lanjut Gito menyampaikan bahwa diperjuangan ketua BEM Uncen Dan Mahasiswa Tapol papua adalah bentuk perjuangan untuk menyuarakan keadilan dan diskriminasi atas tindakan rasisme Yang dialami Mahasiswa Papua di Surabaya.
“Hal ini tak bisa terjadi di manapun Baik di Papua bahkan di Sumatera Utara, Kita hidup dinegara konstitusi, kebebasan berpendapat dijamini undang-undang, apakah sistem bukum kita kembali ke zaman pemerintahan dahulu yang ketika rakyat bersuara malah dianggap subversif, dimana letak demokrasi yang kita agung-agungkan selama ini” ucap Gito
Melihat tindakan penegak hukum atas tuntutan yang tidak adil dan diskriminasi Kepada Ketua BEM Uncen Dan Mahasiswa Tapol Papua. GMKI Sumut-NAD kecewa dan meminta Presiden Joko Widodo untuk turun tangan langsung membebaskan ketua BEM Uncen Dan Mahasiswa Tapol Papua. Dan mengajak seluruh elemen masyarakat untuk tidak menjadikan SARA sebagai pemecahbelah persatuan bangsa.
Ketujuh tapol tersebut mendapat tuntutan penjara dengan masa tahanan yang berbeda; Mantan Ketua BEM Universitas Cendrawasih Ferry Kombo (10 tahun), Presiden Mahasiswa Universitas Sains dan Teknologi Jayapura (USTJ) Alex Gobay (10 tahun), Hengky Hilapok (5 tahun), Irwanus Urobmabin (5 tahun).
Jaksa penuntut umum dalam persidangan beruntun pada 2 sampai 5 Juni 2020 di Pengadilan Negeri Balikpapan, menuntut mereka semua dituntut dengan 106 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tentang Makar. (Rel/Pb)